Recent News

Legenda Dalam Olahraga Tenis Meja Indonesia

Legenda Dalam Olahraga Tenis Meja Indonesia – Dalam dunia olahraga, pasti ada pemain-pemain yang berprestasi dan mencetak sejarah dalam hidupnya, dalam olahraga tenis meja, banyak pemain asal China yang disebut-sebut sebagai legenda karena berbagai prestasi yang mereka raih sepanjang karier. Usia tak menghalangi mereka untuk menjadi yang terbaik. Nama-nama seperti Ma Long dan Xu Xin mungkin adalah yang cukup bersinar sampai saat ini. Namun, dahulu ada Wang Hao dan Timo Boll yang mencatatkan sederet prestasi.

Di Indonesia sendiri, ada lima nama yang tercatat sebagai legenda tenis meja Indonesia. Sebagai orang Indonesia, kamu harus tahu kelima nama ini. Mereka sudah mengharumkan nama bangsa Indonesia di dunia. idn play

1. Abdul Rojak, sempat menduduki peringkat 11 dunia

Legenda Tenis Meja Indonesia

Sepuluh tahun sejak pertandingan internasional pertama yang diikuti oleh tim tenis meja Indonesia, Abdul Rojak berlaga di turnamen internasional pertamanya di Sarajevo pada 1973. Meski saat itu Indonesia kalah 1-5 dari Jepang yang diwakili oleh Norio Takashima, langkah petenis meja asal Jawa Barat ini tak terhentikan. Abdul Rojak terus menjadi pemain inti dalam setiap kejuaraan dunia yang diikuti Indonesia. Bahkan, pada 1973 World Table Tennis Championships itu, Abdul Rojak berhasil mencatatkan dirinya di peringkat ke-11. Setahun setelahnya, Rojak menjadi juara nasional yang memantapkan dirinya masuk dalam skuad Merah Putih bersama Sugeng Utomo. Pada Sea Games 1985, dirinya memenangkan medal emas di cabang ganda putra. Atlet kelahiran Bandung, 12 September 1952 ini bahkan sempat menempa bakat-bakat dari Jawa Barat sebagai pelatih bersama Ajat “Abah” Sudrajat. americandreamdrivein.com

2. Sugeng Utomo Suwindo, bermain tunggal maupun ganda

Pemain tenis meja asal Banyuwangi ini merupakan legenda tenis meja Indonesia pada 1970-an. Pada masanya, dia adalah pemain yang cukup langka karena menggunakan tipe serangan defensif atau tipe bertahan. Sepanjang kariernya, Sugeng pernah menduduki peringkat ke-16 dunia setelah beberapa kali mengikuti kejuaraan. Pada 1969, dirinya masuk dalam peringkat 10 besar tunggal dunia, disusul masuk peringkat 8 ganda dalam 1975 World Table Tennis Championships. Lalu, pada 1970, dirinya juga masuk 5 besar tunggal dalam Asian Table Tennis Championships.

Lahir di Banyuwangi, 17 Oktober 1947, kini Sugeng menjadi manajer tim nasional tenis meja Indonesia. Dia juga memiliki pusat pelatihan tenis meja di Ragunan sekaligus klub bernama Sinar Surya yang melatih anak dan remaja.

3. Anton Suseno, terkenal dengan gaya permainan defensif

Nama Anton Suseno membahana pada 1980-an. Setelah era Sugeng, Anton Suseno adalah pemain yang menggunakan gaya permainan defensif. Dirinya menempuh karier profesionalnya setelah sukses bermain di liga tenis meja Swedia. Pria kelahiran Indramayu, 15 Desember 1971 ini pernah meraih dua medali emas dalam Sea Games 1991. Lalu, emas kembali diraihnya pada Sea Games 1993. Meski tak menang, dirinya juga lolos mengikuti Olimpiade mewakili Indonesia, berturut pada 1992, 1996, dan 2000.

4. Rossy Pratiwi Dipoyanti Syechabubakar, mendominasi SEA Games 1990-an

Pada 1990-an, nama Rossy Pratiwi menjadi primadona di dunia tenis meja Indonesia. Rossy adalah petenis meja yang berhasil menyapu bersih sembilan medali emas sepanjang SEA Games pada 1990-an. Sepanjang kariernya pada 1987—2001, petenis meja asal Bandung ini telah menyumbang 13 medali emas, 8 medali perak, dan 8 medali perunggu di SEA Games. Lahir pada 28 Juni 1972, awalnya Rossy meniti karier melalui perlombaan antarkampung. Namun, dari situlah Rossy bisa membawa tim petenis meja putri Indonesia masuk 10 besar Asian Table Tennis Championships pada 1990. Bahkan, dirinya juga pernah mewakili Indonesia dalam Olimpiade di Barcelona pada 1992 dan di Atlanta pada 1996.

Mencetak Petenis Indonesia Yang Mendunia Dengan Combiphar Tenis Open 2018

Legenda Tenis Meja Indonesia

Dahulu Yayuk Basuki pernah meraih Emas Asian Games tahun 1998 di Bangkok, Thailand. Sebelumnya, ternyata bukan hanya Yayuk saja yang dapat meraih Emas pada perhelatan Asian Games,  ternyata terdapat seorang yang lebih dahulu meraih prestasi membanggakan pada Asian Games tahun 1978 dan 1980 dengan raihan 4 Emas. Beliau adalah Yustedjo Tarik,  atlet nasional tenis.

Saya sangat kagum dengan sosok Yayuk Basuki. Disaat prestasi tenis Indonesia sedang terpuruk saat itu,  Yayuk mampu membangkitkan semangat rekan-rekannya dan menjadi sosok yang pantang menyerah. Tak disangka pada saat Asian Games 1998 di Bangkok,  Yayuk berhasil meriah Emas untuk Indonesia. Begitu bangganya ketika membaca koran pagi itu,  Yayuk dengan bangga mencium medalinya. Podium tertinggi diraihnya berkat perjuangan yang tidak mudah.

Bagaimana dengan penerus Yayuk Basuki? Setelah prestasi gemilangnya, Yayuk Basuki memiliki penerus seperti Wynne Prakusya dan Angelique Widjaja,  namun prestasi mereka meredup setelah terkena cidera serius. Selanjutnya,  saya tidak mendengar apapun mengenai dunia tenis Indonesia.

Jujur saya rindu sekali petenis yang dapat mengibarkan bendera merah putih di perhelatan Asian Games. Apalagi sebentar lagi Asian Games akan dilaksanakan di Jakarta dan Palembang. Tentu saja harapan besar bisa mengharumkan nama Indonesia sebagai tuan rumah. Khususnya untuk cabang olahraga tenis.

PB PELTI sebagai pengambil kebijakan dalam tenis lapangan pun berupaya mengembalikan kejayaan tenis di kacah Internasional. Salah satunya dengan menyelenggarakan turnamen dengan kelas ITF Pro Circuit dengan tajuk Combiphar Tennis Open 2018 yang akan diselenggarakan di lapangan tenis The Sultan Hotel,  Jakarta.

Selama ini kita ingin melihat petenis terus berprestasi, turnamen inilah menjadi salah satu wadah agar atlet muda terpacu untuk berprestasi sehingga rangking dunianya pun meningkat sehingga dapat mengikuti turnamen lain diatasnya. Dulu kita disuguhkan turnamen besar seperti Wimbledon dan Ralond Garros. Semoga kedepannya makin banyak yang dapat mengikuti turnamen ini.

Combiphar dengan bangga terus mensupport petenis dengan menyelenggarakan turnamen ini untuk tiga tahun berturut-turut. Pak Michael Wanandi mengatakan bahwa turnamen ini merupakan salah satu langkah untuk mengkampanyekan “Championing a Healthy Tomorrow”. Dan,  ini juga merupakan salah satu momen tepat untuk mendukung para atlet yang akan berjuang  di Asian Games 2018.

Ketua Umun PB PELTI Rildo Ananda Anwar mengungkapkan bahwa turnamen ini sangat strategis karena banyak petenis Indonesia yang mendapatkan keuntungan dan melaju langsung ke babak utama dengan fasilitas wild card.

Turnamen ini akan berlangsung dari tanggal 23 Juli sampai 12 Agustus 2018 dan diikuti petenis profesional berusia 16-30 tahun dari 23 negara seperti negara-negara Asia Tenggara,  Eropa dan Amerika. Dari Indonesia, turnamen ini diikuti oleh Tim Piala Davis Indonesia yaitu Christoper Rungkat,  Justin Barki,  David Agung Susanto,  Anthony Susanto dan Rifqi Fitriadi.

Semoga Combiphar Tennis Open 2018 ini dapat meningkatkan prestasi petenis Indonesia dan bisa meraih prestasi tertinggi, Amin. Yuk, dukung atlet muda kita bertanding di The Sultan Hotel, Jakarta.